SEPUTARMUSI.COM, PALEMBANG -- Kejadian pemukulan terhadap Dedi Satria, mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sriwijaya (Unsri) angkatan 2015 membuat banyak pihak merasa prihatin. Keprihatinan tersebut muncul dari salah satu mantan aktifis mahasiswa Unsri, Mgs. Syaiful Padli. Syaiful sangat menyayangkan tindak aparat yang sewenang-wenang.
"Saya menyayangkan terjadinya sikap pemukulan yang dilakukan oleh pihak rektorat dan kepolisian terhadap mahasiswa yang menyampaikan aspirasi," tukas mantan Ketua Kesatuam Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Daerah Sumatera Selatan ini.
Dia mengatakan seharusnya hal tersebut tidak perlu terjadi.
"Kan bisa dilakukan dengan duduk bersama, dalam proses berdemokrasi," terangnya saat dijumpai di kantornya, Kamis (3/8).
Menurutnya, sekarang ini menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi haruslah dengan kepala dingin, duduk bersama, apalagi persoalan kampus. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumsel ini juga menyatakan bahwa tidak satupun Undang-Undang di republik ini membenarkan sikap main hakim sendiri.
"Pun termasuk aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya," tukas Syaiful yang pernah kuliah Fakultas Teknik Unsri Jurusan Pertambangan angkatan 1998 ini.
Dia menambahkan kalau diskresi dan upaya pembelaan diri bagi aparat penegak hukum harus memiliki alasan yang memaksa atau dalam keadaan genting. Itupun harus dibuktikan dengan telah dijalankannya SOP pengamanan.
Sementara itu, mantan Menteri Aksi dan Propaganda BEM Unsri tahun 2009 sangat mengecam tindakan aparat yang main 'tonjok'.
"Saya tidak mengerti logika apa yang dipakai oleh aparat sehingga main pukul seperti itu, apalagi menurut informasi salah satu pemukul merupakan satpam Unsri yang anaknya juga kuliah di Unsri," terang Elly.
Dia menggambarkan bagaimana kalau yang dipukul itu anak mereka. Apakah mereka akan diam saja. Kalau soal kaca pecah, wajar saja mahasiswa marah dan ingin masuk karena aspirasi mereka tidak didengar.