SEPUTARMUSI.COM PALEMBANG - - Kabar meninggalnya Sultan Palembang Raden Haji Muhammad Syafei Diradja Bin Raden Haji Abdul Hamid (Sultan Mahmud Badaruddin III Prabu Diradja), mengejutkan semua pihak.
Pria kelahiran 1950 silam ini pergi tiba tiba, karena pagi harinya masih menghadiri sejumlah acara. Namun begitu malam keturunan SMB II Palembang ini menghembuskan nafas terakhir, Kamis (7/9) pukul 21.35 Wib di Rumah Sakit RK Charitas Palembang.
Sejak pagi cuaca mendung di Palembang, seolah mengambarkan perasaan keluarga dan masyarakat Palembang yang sedang berduka. Tangisan pun pecah, sejak malam hingga proses pemakaman pelayat silih berganti datang ke rumah duka di Jalan Sultan Mansyur Kelurahaan 32 Ilir Kecamatan Ilir Barat I Palembang.
Warga silih berganti mensolatkan almarhum baik di rumah maupun di Masjid Agung Palembang. Bahkan warga rela berdesakan untuk bisa masuk ke dalam masjid supaya demi bisa mensolatkan dan mendoakan almarhum untuk terakhir kalinnya.
Setelah prosesi solat jenazah, dilanjutkan dengan prosesi upacara militer. Sebab selain sultan, almarhum juga sebagai anggota kepolisian dan pangkat terakhir adalah KOmisaris Besar Polisi (Kombes).
Kepergian almarhum yang terbilang cepat meninggalkan duka bagi keluarga. Salah satunya adalah anak bungsu sultan Pangeran Ratu Jaya Wikrama RM Fauwaz Diradja
tersebut nampak lebih bersedih.
Air matanya semalaman jatuh, membuat matanya sembab. Menjelang melakukan prosesi mandikan jenazah, ia kembali menangis.
Ia masih tak percaya, ayahandanya tersebut pergi untuk selama lamanya. Apalagi almarhum tak meninggalakan pesan apa-apa.
"Tak ada pesan ya, beliau pergi begitu saja," kata Fauwaz saat ditemui di lokasi.
Hanya saja kata Fauwaz, ayahnya sudah menyerahkan tahta kepada dirinya sejak empat tahun lalu. Dan berpesan untuk menjadikan Palembang Darussalam, serta melestarikan budaya dan tradisi yang ada di Kota Palembang.
"Cita cita ayah menjadikan Palembang Darussalam, dan menjalankan syariat Islam, saya akan lanjutkan itu," katanya.
Menurut Fauwaz dari dulu Sultan Mahmud Badaruddin III selalu ingin memajukan kesultanan.
Ingin Palembang itu menjadi Palembang Darussalam hingga tak ada lagi masyarakat Palembang yang kesusahan dan hidup makmur semua.
"Itu pesan ayah dari dulu hingga ayah meninggal, jadi kita sebagai anak-anaknya yang jadi penerus harus mampu melaksanakan keinginan ayah tersebut," ujarnya.
Menurut dia, keluarga juga tak punya firasat apa-apa. Sebab sultan masih sehat dan beraktivitas seperti biasa dan menghadiri beberapa acara.
Fauwaz mengungkapkan bahwa dulu Sultan Mahmud Badaruddin III pernah mengalami gejala penyakit darah tinggi.
Selama terkena gejala tersebut rutin melakukan check up hingga dinyatakan sudah sembuh.
"Semalam sepulang dari acara serah terima jabatan Kapolda baru, ayah yang baru sudah makan tiba-tiba langsung duduk di hadapan kita semua yang ada di rumah hingga tak sadarkan diri dan langsung kita bawa ke rumah sakit", ujarnya.
SMB III di makamkan di komplek makam Kawah Tekurep (Pemakaman kesultanan Palembang). ia dimakamkan satu komplek bersama Sultan Muhammad Badaruddin (SMB) I.
Sebelum dimakamkan di lokasi itu, keluarga sempat mengelar rapat. Namun akhirnya keluarga memutuskan sultan untuk di makamkan di Kawah Tekurep.
Pertanyaan lalu muncul kenapa almarhum dimakamkan di kompleks pemakaman tersebut?
Sejarawan M Ikhsan mengungkapkan kondisi tersebut.
Menurut dia, pasca Sultan Mahmud Badarudin II diasingkan di Ternate, sang Sultan membawa seluruh keluarga besarnya ke Ternate.
Pasca SMB II meninggal beberapa keluarga Kesultanan memutuskan kembali ke Palembang.
Di Palembang, kata Ikhsan, keluarga tetap diasingkan oleh Belanda. Karena tak ingin pengaruh SMB II tetap berada di Palembang.
Akhirnya beberapa lagi ada yang pergi meninggalkan Palembang dan ada tetap tinggal di Palembang.
Di sinilah, kata Ikhsan, keturunan langsung SMB II yakni Pangeran Prabu Diratdjah setelah meninggal dilarang oleh Belanda dimakamkan di Kawah Tekurep.
"Belanda melarang keluarga Sultan dimakamkan di Kawah Tekurep dan akhirnya di makamkan di Talang Kerangga," katanya.
Dari keturunan Pangeran Prabu Diratdjah inilah kemudian berturut-turut diteruskan oleh Raden Haji Abdul Habib Prabu Diratdjah II, Raden Haji Syarat Prabu Diratdjah III dan Raden Haji Abdul Hamid Prabu Diratdjah IV hingga turun ke Sultan Mahmud Badarudin III.
"Kalau Sultan Mahmud Badarudin III dimakamkan di Kawah Tekurep sudah benar, karena beliau keturunan langsung dari SMB," katanya.
Karena ada larangan dari Belanda itulah menyebabkan pemakaman Kawah Tengkurep sepi.
Keluarga Kesultanan juga banyak dimakamkan di Talang Kerangga.
"Belanda masih khawatir terhadap keluarga kesultanan makanya seluruh gerak gerik diperhatikan, termasuk prosesi pemakaman," katanya.